Ibu dan Generasi Cemerlang Tanpa Stunting
Oleh: Septia Milanda*
Rutinitas bulanan yang dikenal
dengan istilah posyandu, terdiri dari pendaftaran, pencatatan, penyuluhan, dan
pelaporan; membuat para ibu-ibu di Kampung Dempo, Palembang, berduyun-duyun membawa balitanya ke
Posyandu Anyelir guna memantau tumbuh-kembang sang buah hati. Hiruk-pikuk
suasana di sana membuat riuh lokasi terjadinya posyandu. Diantaranya, beberapa balita
mengalami penurunan berat badan, tatapan mata yang senduh, lesuh, badannya
panas, dan tidak aktif. Namun, ada balita yang mengalami kenaikan berat badan
dan lebih aktif ketimbang bayi yang lainnya.
Berdasarkan hasil interview yang saya lakukan terhadap 6
ibu-ibu yang berkunjung ke Posyandu Anyelir, Sabtu 14 Februari 2015. Ternyata,
hanya satu balita yang jarang mengalami sakit dan infeksi, selebihnya balita sering sakit-sakitan dan
mengalami penurunan berat badan. Usut punya usut, balita yang jarang sakit
tersebut diberikan gizi yang baik oleh ibunya, terutama pemberian ASI Ekslusif
selama 0-6 bulan usia balita. Sedangkan pada ibu lainnya pemberian gizi,
khususnya ASI Ekslusif, hanya beberapa bulan pertama saja semenjak kelahiran buah
hati. Faktor utamanya adalah ketidaktahuan ibu-ibu terhadap pemberian gizi yang
tepat, terutama ASI Eksklusif.
Menurut Beta (24), ibu dari dua
orang balita, satu diantaranya berusia 3 bulan.
Anaknya mudah mengalami demam, panas, dan batuk. Setelah ditanyai,
ternyata pemberian gizi oleh ibu belum tepat hanya beberapa bulan pertama
diberikan ASI, selebihnya susu formula. Pun berat badan balitanya mengalami
penurunan dan terkadang tetap.
Kenyataan buruk seperti inilah yang membuat generasi penerus
bangsa tidak tumbuh secara optimal, bukan menjadi orang-orang yang produktif di
kemudian hari, tapi menjadi beban keluarga hingga tanggungan negara. Selain
ketidaktahuan ibu-ibu akan gizi dan ASI Ekslusif pada balita. Beberapa faktor
lainnya; pola asuh, sikap ibu, status pekerjaan, dan ekonomi keluarga serta
sanitasi lingkungan yang tidak standar.
Kepala Kader Posyandu Anyelir, Ibu Khosana mengatakan bahwa
dalam setahun ada dua kali penyuluhan dan sudah pernah melakukan penyuluhan
mengenai ASI Ekslusif. Hal ini membuktikan pengetahuan ibu-ibu masih belum
memadai mengenai gizi balita dan ASI Ekslusif lantaran penyuluhan yang
dilakukan hanya sedikit dan dalam
rentang waktu yang lama.
Menurut bu Khosana, pihak Puskesmas Dempo, Palembang
terkadang juga melakukan penyuluhan di Puskesmas Pusat. Sekitar 8-10 ibu saja
yang bisa datang lantaran tuntutan pekerjaan karna rata-rata ibu-ibu disini
adalah buruh cuci. Faktor jarak menuju Puskesmas yang membuat ibu-ibu enggan
kesana pun hanya mendengar penyuluhan saja. Pada pratiknya, ibu-ibu juga
membiarkan anaknya jajan sembarangan.
Gizi memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan balita. Demi melahirkan generasi yang cemerlang pemenuhan akan
gizi sebaiknya dimulai 1000 Pertama Hari Kehamilan (PHK) hingga anak berusia
dua tahun. Menurut Hillary Rodham, Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, pada penandatanganan MCC Indonesia
2011 menyebutkan bahwa memberikan gizi yang layak selama 1.000 hari sejak awal
kehamilan hingga anak berusia dua tahun adalah investasi yang paling efektif
bagi perkembangan fisik dan otak anak.
Perlunya memperhatikan masalah zat gizi balita terutama semenjak 1000 Pertama Hari Kelahiran.
Berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, kurang
gizi pada dua tahun pertama kehidupan menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat lagi diperbaiki. Balita Pendek
atau Stunted kurang berprestasi di sekolah. Studi
menunjukkan bahwa stunting menurunkan
jumlah penghasilan saat dewasa sebesar 20%, sehingga menyebabkan
kemiskinan.
Stunting adalah balita pendek atau masalah
kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu
yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
gizi. Stunting terjadi mulai janin
masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun (dalam
MCA-Indonesia). Ada 8.9 juta anak Indonesia yang kurang gizi, dengan prevalensi
stunting sebesar 37,2%. Sedangkan, di
Sumatera Selatan tercatat 36,7% dan menduduki peringkat ke-6 se-Indonesia (Riskesdas
2013). Artinya, angka stunting masih
tinggi di wilayah Sumatera Selatan dari angka Nasional.
Dalam praktiknya, stunting
bisa dicegah dengan pemenuhan zat gizi bagi ibu hamil, mendapatkan suplemen
zat gizi berupa zat besi atau Fe; ASI Ekslusif sampai umur 6 bulan; memantau
pertumbuhan balita di posyandu, langkah strategis untuk mendeteksi dini
terjadinya gangguan pertumbuhan; meningkatkan akses terhadap air bersih dan
fasilitas sanitasi serta menjaga kebersihan lingkungan. Menurut Rosnani
Pangaribuan, Nutrition Specialist, MCA-Indonesia bahwa anak kekurangan gizi
bisa dicegah mulai dari ibu hamil harus cukup gizi dalam program 1000 Pertama Hari
Kelahiran sampai anak berusia dua tahun
Dengan demikian, penerapan 1000 Pertama Hari Kehamilan pada
ibu-ibu sangatlah penting demi menciptakan generasi yang cemerlang tanpa stunting. Harapannya, adanya peningkatan
pengetahuan ibu demi mencegah kekurangan zat gizi pada balita. Peningkatan pengetahuan
ibu akan menimbulkan kesadaran akan pentingnya zat gizi selama masa keemasan
anak, sehingga mempengaruhi pola asuh dan pemberian zat gizi yang seharusnya saat
usia 0 sampai 6 bulan. Diperlukan juga peran pemerintah terutama Dinas
Kesehatan Provinsi ataupun Puskesmas setempat dalam mendukung usaha ini demi menurunkan
angka stunting dengan memberikan
penyuluhan secara continue, berkala,
dan mudah terjangkau oleh masyarakat. Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan
balita yang optimal akan menghasilkan generasi yang cemerlang demi menyokong
generasi yang intelektual di masa mendatang.
*)Septia
Milanda, Mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya