Selasa, 17 Februari 2015

Ibu dan Generasi Cemerlang Tanpa Stunting



Ibu dan Generasi Cemerlang Tanpa Stunting
Oleh: Septia Milanda*

            Rutinitas bulanan yang dikenal dengan istilah posyandu, terdiri dari pendaftaran, pencatatan, penyuluhan, dan pelaporan; membuat para ibu-ibu di Kampung Dempo, Palembang, berduyun-duyun membawa balitanya ke Posyandu Anyelir guna memantau tumbuh-kembang sang buah hati. Hiruk-pikuk suasana di sana membuat riuh lokasi terjadinya posyandu. Diantaranya, beberapa balita mengalami penurunan berat badan, tatapan mata yang senduh, lesuh, badannya panas, dan tidak aktif. Namun, ada balita yang mengalami kenaikan berat badan dan lebih aktif ketimbang bayi yang lainnya.
            Berdasarkan hasil interview yang saya lakukan terhadap 6 ibu-ibu yang berkunjung ke Posyandu Anyelir, Sabtu 14 Februari 2015. Ternyata, hanya satu balita yang jarang mengalami sakit dan infeksi, selebihnya balita sering sakit-sakitan dan mengalami penurunan berat badan. Usut punya usut, balita yang jarang sakit tersebut diberikan gizi yang baik oleh ibunya, terutama pemberian ASI Ekslusif selama 0-6 bulan usia balita. Sedangkan pada ibu lainnya pemberian gizi, khususnya ASI Ekslusif, hanya beberapa bulan pertama saja semenjak kelahiran buah hati. Faktor utamanya adalah ketidaktahuan ibu-ibu terhadap pemberian gizi yang tepat, terutama ASI Eksklusif.
            Menurut Beta (24), ibu dari dua orang balita, satu diantaranya berusia 3 bulan.  Anaknya mudah mengalami demam, panas, dan batuk. Setelah ditanyai, ternyata pemberian gizi oleh ibu belum tepat hanya beberapa bulan pertama diberikan ASI, selebihnya susu formula. Pun berat badan balitanya mengalami penurunan dan terkadang tetap.
Kenyataan buruk seperti inilah yang membuat generasi penerus bangsa tidak tumbuh secara optimal, bukan menjadi orang-orang yang produktif di kemudian hari, tapi menjadi beban keluarga hingga tanggungan negara. Selain ketidaktahuan ibu-ibu akan gizi dan ASI Ekslusif pada balita. Beberapa faktor lainnya; pola asuh, sikap ibu, status pekerjaan, dan ekonomi keluarga serta sanitasi lingkungan yang tidak standar.
Kepala Kader Posyandu Anyelir, Ibu Khosana mengatakan bahwa dalam setahun ada dua kali penyuluhan dan sudah pernah melakukan penyuluhan mengenai ASI Ekslusif. Hal ini membuktikan pengetahuan ibu-ibu masih belum memadai mengenai gizi balita dan ASI Ekslusif lantaran penyuluhan yang dilakukan hanya sedikit dan  dalam rentang waktu yang lama.
Menurut bu Khosana, pihak Puskesmas Dempo, Palembang terkadang juga melakukan penyuluhan di Puskesmas Pusat. Sekitar 8-10 ibu saja yang bisa datang lantaran tuntutan pekerjaan karna rata-rata ibu-ibu disini adalah buruh cuci. Faktor jarak menuju Puskesmas yang membuat ibu-ibu enggan kesana pun hanya mendengar penyuluhan saja. Pada pratiknya, ibu-ibu juga membiarkan anaknya jajan sembarangan.
Gizi memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan balita. Demi melahirkan generasi yang cemerlang pemenuhan akan gizi sebaiknya dimulai 1000 Pertama Hari Kehamilan (PHK) hingga anak berusia dua tahun. Menurut Hillary Rodham, Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, pada penandatanganan MCC Indonesia 2011 menyebutkan bahwa memberikan gizi yang layak selama 1.000 hari sejak awal kehamilan hingga anak berusia dua tahun adalah investasi yang paling efektif bagi perkembangan fisik dan otak anak.
Perlunya memperhatikan masalah zat gizi balita  terutama semenjak 1000 Pertama Hari Kelahiran. Berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, kurang gizi pada dua tahun pertama kehidupan menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat lagi diperbaiki. Balita Pendek atau Stunted kurang berprestasi di sekolah. Studi menunjukkan bahwa stunting menurunkan jumlah penghasilan saat dewasa sebesar 20%, sehingga menyebabkan kemiskinan.
Stunting adalah balita pendek atau masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun (dalam MCA-Indonesia). Ada 8.9 juta anak Indonesia yang kurang gizi, dengan prevalensi stunting sebesar 37,2%. Sedangkan, di Sumatera Selatan tercatat 36,7% dan menduduki peringkat ke-6 se-Indonesia (Riskesdas 2013). Artinya, angka stunting masih tinggi di wilayah Sumatera Selatan dari angka Nasional.
Dalam praktiknya, stunting bisa dicegah dengan pemenuhan zat gizi bagi ibu hamil, mendapatkan suplemen zat gizi berupa zat besi atau Fe; ASI Ekslusif sampai umur 6 bulan; memantau pertumbuhan balita di posyandu, langkah strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan; meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi serta menjaga kebersihan lingkungan. Menurut Rosnani Pangaribuan, Nutrition Specialist, MCA-Indonesia bahwa anak kekurangan gizi bisa dicegah mulai dari ibu hamil harus cukup gizi dalam program 1000 Pertama Hari Kelahiran sampai anak berusia dua tahun
Dengan demikian, penerapan 1000 Pertama Hari Kehamilan pada ibu-ibu sangatlah penting demi menciptakan generasi yang cemerlang tanpa stunting. Harapannya, adanya peningkatan pengetahuan ibu demi mencegah kekurangan zat gizi pada balita. Peningkatan pengetahuan ibu akan menimbulkan kesadaran akan pentingnya zat gizi selama masa keemasan anak, sehingga mempengaruhi pola asuh dan pemberian zat gizi yang seharusnya saat usia 0 sampai 6 bulan. Diperlukan juga peran pemerintah terutama Dinas Kesehatan Provinsi ataupun Puskesmas setempat dalam mendukung usaha ini demi menurunkan angka stunting dengan memberikan penyuluhan secara continue, berkala, dan mudah terjangkau oleh masyarakat. Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan balita yang optimal akan menghasilkan generasi yang cemerlang demi menyokong generasi yang intelektual di masa mendatang.

*)Septia Milanda, Mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

0 komentar:

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-p =))

By :
Free Blog Templates